Rabu, 01 Juni 2011

Akupunktur

Ini baju keenam yang dikenakannya. Baju itu hanya melekat sebentar di tubuhnya, selanjutnya menyusul ke lima baju lainnya. Dengan kesal tangannya mencampakkan baju itu ke tempat tidur. Dia menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur, tapi yang terlihat justru pantulan dirinya di depan cermin.

Sekarang beratnya tujuh puluh dua kilogram dengan tinggi badan seratus enam puluh centimeter. Kalau diukur dengan standard pengukuran berat badan, tinggi badannya dikurang seratus dikali sembilan puluh persen adalah lima puluh empat kilogram. Itu berarti dia kelebihan bobot delapan belas kilogram.

Dia merasa kalau dia pakai baju berbahan sutera kuning, tonjolan lemak di bagian belakang tubuhnya akan lebih kelihatan. Kalau pakai baju berwarna pink yang ada motif tali pinggangnya nampak ngepas di badannya, sementara kalau yang berwarna merah kesannya dia tampak lebih tua dari usianya. Belum lagi baju-baju lain yang membuatnya kehilangan semangat untuk pergi. Aneh, padahal baju-baju itu selalu menemaninya ke acara pesta pernikahan dan acara penting lainnya selama ini.

“Melvi? Ya … ampun, kau Melvi kan? Kita pernah satu kelas di SMU Pelopor Bangsa,” perempuan berparas cantik menegurnya di sebuah ATM beberapa hari lalu.

“Suci? Kau makin cantik dan langsing ya?”

“Cantik itu perlu perawatan sekaligus pengorbanan, Mel. Tidak segampang yang kau bayangkan. Kau sendiri, lagi hamil anak ke berapa? Sekarang anakmu berapa?”

“Aku nggak hamil, Suci. Aku bahkan belum pernah hamil selama empat tahun pernikahanku,” Wajah Suci berubah keruh, seolah menyimpan sebuah kecemasan.

“Bagaimana mau hamil dan punya anak, jangan-jangan masalahnya ada padamu, rahimmu diselimuti lemak sehingga pembuahan sulit terjadi? Kau harus menurunkan berat badanmu, Mel. Apa kau nggak takut suamimu bakal kecantol perempuan lain? Apa kau rela kalau suamimu lebih memilih perempuan yang bisa hamil dan melahirkan?”

‘Tentu saja aku tak rela, Suci. Tapi selama ini suamiku tidak pernah mempersoalkan masalah perubahan bentuk tubuhku dan masalah aku belum juga hamil,”

“Memangnya kau tahu di dalam hatinya dia seperti apa? Suami temanku saja di rumah baik-baik, tapi ternyata punya istri lagi di luar rumah,”

Mengingat hal itu hati Melvi resah. Kenaikan berat badannya saja tidak dapat dia halau, bagaimana pula dia bisa menghalau perubahan sikap suaminya di luar rumah? Bagaimana kalau Haris menemukan perempuan lain yang lebih menarik hatinya? Melvi berusaha menenangkan hatinya. Kembali dia mencari baju yang pantas buat dia kenakan di pesta pernikahan adik kolega suaminya. Tetap Melvi belum menemukan yang pantas.

“Baju-baju itu tidak salah, mungkin badanmu yang salah.”

“Kenapa susah-susah kau mencari baju, Mel? Mungkin daster cocok jika kau kenakan di tubuhmu.”

Entah dari mana suara itu berasal. Melvi tak sanggup mendengarnya. Kata-kata itu membuatnya sadar kekurangan dirinya yang selama ini luput dia perhatikan. Dia menutup telinganya rapat-rapat, tapi suara itu seolah terus saja memburunya. Akhirnya Melvi terhenyak di atas tempat tidur. Dia tidak kuasa membendung air matanya.

“Mel, kenapa belum selesai juga berdandannya? Abang sudah menunggumu dari tadi,” Haris menyusul ke dalam kamar. Matanya terbelalak melihat tempat tidur berantakan. Dia juga tertegun melihat kegelisahan di wajah istrinya.

“Abang sajalah yang pergi ke undangan itu, aku tidak usah ikut,” kata Melvi lemah.

Haris makin tidak paham. Tidak biasanya Melvi menolak untuk diajak pergi ke pesta pernikahan. Biasanya justru dia yang semangat, karena acaranya diadakan di sebuah hotel mewah. Tentu aneka hidangan mewah pun siap untuk disantap dengan berbagai pilihan rasa yang lezat. Beberapa saat kemudian Haris tahu penyebabnya dari Melvi.

“Kau kok mendadak aneh, Mel? Selama ini kau selalu enjoy dengan baju-baju besarmu. Kau sendiri bilang, kau tidak pernah kesulitan mencari baju. Butik langgananmu selalu menyediakan baju yang kau senangi,” tawa kecil Haris terdengar.

“Aku nggak pede memakainya, Bang. Aku makin terlihat gendut dan jelek,” kata Melvi sambil membuang pandangannya.

Haris memungut salah satu baju kesukaan Melvi, baju yang selama ini tidak pernah menjadi masalah buat istrinya. Haris lalu duduk di sisi Melvi.

“Mel, pakai baju warna pink ini. Kau cantik kalau pakai baju ini. Wajahmu makin cerah dan bersinar,” ujar Haris sambil mengangsurkan baju itu ke tangan Melvi.

Dia cantik memakai baju itu? Melvi menatap Haris tak percaya. Haris menatapnya dengan segaris senyum, sambil menganggukkkan kepalanya. Melvi tak kuasa menolak lagi.

Di tengah kemeriahan pesta pernikahan adik kolega suaminya, Melvi justru merasa gelisah. Dia hanya mengambil makanan sekedarnya. Tidak berselera untuk mencicipi aneka hidangan yang lain. Padahal di meja hidangan yang terpisah dari meja utama tersedia sate padang, martabak, mie rebus dan sejumlah kue.

“Haloo, Bang. Apa kabar? Udah lama ya tidak bertemu. Sudah berapa orang anak abang?” seorang laki-laki menepuk halus bahu Haris dan mengulurkan tangannya.

“Alhamdulillah baik. Wah, sampai sekarang saya masih bulan madu terus sama kakakmu. Belum dikasi rezeki sama Allah,” balas suaminya dengan hangat.

“Bagaimana bisa punya anak? Mungkin rahimmu diselimuti lemak, sehingga sulit terjadi pembuahan. Berhati-hatilah, siapa tahu suamimu punya wanita lain,” kembali Melvi mendengar cemoohan itu. Hatinya tak tenang, keringat dingin mengucur di tubuhnya.

Saat itu juga dia tidak lagi ingin berfikir panjang. Dia harus mengikuti program pelangsingan tubuh yang sudah direkomendasikan Suci. Tapi program pelangsingan tubuh perlu biaya tidak sedikit. Lalu darimana dia mendapatkan uang? Pikirnya lagi. Tidak mungkin dia meminta dari suaminya. Setiap bulan suaminya harus mengeluarkan biaya cukup banyak untuk cicilan rumah, mobil, televisi 32 inchi dan biaya-biaya lainnya.

Pilihan Melvi jatuh pada salah satu cincin di jarinya. Mau tak mau Melvi pergi ke toko emas dan menjualnya. Melvi pun kini tercatat sebagai salah satu pasien akupunktur.

“Akupunktur berasal dari kata acus yang berarti jarum dan punktura yang berarti penusukan. Suatu metode terapi dengan penusukan pada titik-titik di permukaan tubuh untuk mengobati penyakit maupun pelangsingan tubuh dan metode kecantikan lainnya. Akupunktur memakai jarum sekali pakai untuk menghindari infeksi.”

“Pengobatan tradisional Cina ini telah dikenal sejak 2,500 tahun lalu. Proses terapinya menggunakan jarum-jarum untuk menstimulasi titik-titik tertentu yang dipercaya dilalui energi yang disebut ‘meridian“. Jarum ditusukkan tepat di jalur meridian sebagai jalur akupuntur. Teknik Akupuntur inilah yang kemudian digunakan untuk memperbaiki energi yang mengalir dan tidak seimbang di dalam tubuh kita,”

Kadar lemak Melvi diukur, begitu juga dada, pinggang, perut dan lengan Melvi. Dalam keadaan berbaring, ahli akupuntur memilih titik-titik di tubuh Melvi untuk distimulir. Jarum-jarum itu dibenamkan ke dalam tubuh selama 30 menit. Awalnya Melvi merasa gentar melihat jarum di tubuhnya dialiri listrik, tapi tekad Melvi sudah bulat.

“Selama seminggu, telingamu akan ditusuk dengan jarum telinga atau press needle yang direkatkan dengan plester. Setiap kamu merasa lapar, cukup tekan jarumnya selama 2-3 menit atau setengah jam sebelum waktu makan, tiga kali sehari. Efek tekanan jarum di telinga ini akan merangsang ramus auricularis nervus vagus, yaitu saraf-saraf yang ada di daun telingamu dan berhubungan dengan sistem pencernaan bagian atas. Jadi, kontraksi otot di lambung saat kamu lapar bisa ditekan sehingga kerja lambung menjadi tenang,” ujar akupunkturis. Melvi mengangguk mantap.

“Memangnya kau bisa diet? Ya sudahlah, terima saja kenyataan kau tidak bisa kurus. Mau apalagi?”

Mendengar itu telinga dan hati Melvi panas bukan main. Melvi menjalankan dietnya ketat, ditambah latihan olahraga ringan di rumah. Kalau biasanya Melvi menghabiskan sebungkus nasi padang di kantor, kini Melvi seolah takut dengan nasi. Melvi juga menolak cemilan, seperti coklat, roti, es krim dan jenis makanan berlemak lainnya. Kalau suaminya mengajak makan di luar, Melvi menolak keras. Alhasil lemak di tubuh Melvi sukses terusir dari tubuhnya, tapi metabolisme tubuh Melvi terkejut. Melvi jatuh sakit. Akhirnya dia terus terang pada suaminya tentang terapi akupunktur dan diet yang dia lakukan.

“Mel, kalau pun badanmu tidak bisa kurus, tidak masalah. Kau lihat, abang juga makin gemuk setelah kita menikah. Kau jangan sampai terlalu keras pada dirimu sendiri. Abang mencintaimu apapun yang ada di dirimu,” ujar suaminya penuh kelembutan.

Sempat Melvi tergugah dengan ucapan itu dan berfikir untuk menghentikan terapinya, tapi tidak! Dia harus terus menjalani terapi. Melvi jadi ingat beberapa pasien yang dengan sabar menjalani terapinya sampai menampakkan hasil yang diinginkan. Ada pasien yang ingin menghilangkan jerawat, garis-garis halus atau keriput. Ada pasien autis. Ada pasien yang ingin gemuk. Ada pasien yang menderita sakit kepala dan sebagainya.

Setelah sepuluh kali menjalani terapi, bobot Melvi berkurang 7 kilo. Melvi mulai merekomendasikan terapi akupunktur untuk teman-teman dan kerabat dekatnya. Melvi kerap mencontohkan dirinya sebagai pasien yang berhasil. Banyak yang tertarik, mereka ikut melihat Melvi diterapi. Minggu lalu Melvi mengajak Ratna, teman kantornya. Kemarin Kak Farah, kerabatnya dan hari ini Mimi, kenalannya. Yang lain masih bertanya-tanya lewat telepon dan Melvi dengan senang hati menanggapinya. Dia selalu bilang, tidak ada keajaiban, melainkan menjalani terapi dengan sabar dan tekad yang kuat.

Sampai suatu hari, Melvi kembali diserang rasa mual, ingin muntah. Kepalanya sakit terasa sempoyongan. Mungkin tekanan darah Melvi turun atau maag Melvi kambuh. Padahal Melvi tidak lagi sekeras pada waktu itu menjalankan diet. Kali ini suami Melvi mengeluarkan pernyataan untuk berhenti menjalani terapi akupunktur dan diet. Melvi tidak merespon, karena keinginan untuk muntah terus menggelitik perutnya.

Dia dibawa ke dokter untuk diperiksa. Tanpa disangka, dokter malah mengucapkan selamat pada sepasang suami istri itu. Ternyata…dia positif hamil!

“Alhamdulillah daku halim, eh hamil. Hm, baru aja kuyus ntar ndut lagi deh,”

“Hush. Nanti setelah melahirkan kan bisa diet lagi, sayang,”

Melvi menatap lembut suaminya. Hari ini dia merasa sangat bahagia, ada calon bayi berada di dalam rahimnya. Untuk sementara dia singkirkan keinginan untuk melangsingkan tubuh. Lagipula dia kini sadar, ternyata suaminya mencintainya, gemuk ataupun kurus. Suara-suara cemooh itu pun sudah tidak lagi mengikuti ke mana Melvi pergi. Dia menghilang. ***

Tidak ada komentar: